Tambahan Alokasi Pupuk 2000 ton dan Bibit Jagung di Kabupaten Dompu
Sumber : suarantb.com
Ketersediaan pupuk
sering menjadi salah satu masalah yang serius di Kabupaten Dompu pada masa
tanam musim hujan karena tingginya kebutuhan. Melihat permasalahan tersebut,
pemerintah mengambil upaya berupa tambahan alokasi pupuk pada masa tanam
2018-2019 hingga 2000 ton, mengingat bahwa Kabupaten Dompu merupakan salah satu
sentra pengembangan jagung NTB.
Plt Kepala Dinas
Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Dompu, Ilham SP. mengakui bahwa Kabupaten
Dompu ditargetkan pemerintah Provinsi untuk luas tanam jagung hingga 124 ribu
ha. Namun kesanggupan daerah berdasarkan potensi yang ada hanya 89 ribu ha
untuk masa tanam Oktober 2018-Maret 2019. Tapi kekurangannya akan diuapayakan
pada musim kemarau 1 dan musim kemarau 2 di lahan-lahan persawahannya.
Beliau juga
mengungkapkan bahwa Target perluasan tanaman jagung di Kabupaten Dompu ini akan
diikuti dengan dukungan ketersediaan pupuk dan bibit. Untuk kuota pupuk,
Kabupaten Dompu mendapat alokasi hingga 16 ribu ton. Jumlah ini sudah mendapat
tambahan hingga 2 ribu ton oleh Provinsi untuk mengantisipasi kebutuhan pupuk
yang besar pada masa tanam Oktober – Maret. “Kita mendapat tambahan 2 ribu ton,
diambil dari daerah lain yang tidak terserap kuota pupuknya.”
Berhubung target utama
pada permasalahan ini adalah petani, untuk itu petani perlu diingatkan untuk
tidak membeli pupuk saat pupuk dibutuhkan. Terlebih pada masa tanam Oktober –
Maret bertepatan dengan musim hujan, sehingga dikhawatirkan mobilisasi pupuk akan
sulit. Dengan demikian, petani bisa menyiapkan lebih awal kebutuhan sesuai luas tanam.
Dalam hal kebutuhan bibit jagung, kabupaten Dompu
juga akan didukung oleh pemerintah. Menurut Ilham, hanya saja alokasi bibit
jagung tahun ini berbeda dari tahun 2017 lalu. Jika pada 2017 lalu, alokasi bantuan bibit dibagi 70% bibit unggulan petani dan 30% bibit produksi penangkar lokal. Namun pada tahun 2018 ini, polanya dibalik menjadi 70% hibrida produksi penangkar lokal dan 30% hibrida unggulan petani. "Ini mungkin agar hibrida penangkar lokal bisa hidup", ujarnya.
Hibrida penangkar lokal kurang diminati petani
karena produktifitasnya yang rendah. Sementara biaya produksi yang harus
dikeluarkan petani jumlahnya sama. Dengan demikian, sebagian petani mengambil
tindakan untuk membeli sendiri bibit yang sesuai dengan keinginannya.
No comments:
Post a Comment